03 July 2009

Vocal Technic

Vocal technic is not the master of expression, but this must go hand in hand to achieve the desirable interpretation of the song. The singer has to be much more careful of health habits, smoking, drugs, colds conditions (some people more sensitive than the others with air conditioning, weather, winter, etc). The singer has to mantain a higher vitality than the instrument's player.

There are five factors must be considered to learn singing :
  1. Technic is important, but it should never be a fetish, assuming display importance for its own sake out of all proportion to the deeper verities of expression.
  2. Correct technical use of the voice is best induced through emphasis on sound, on expression desired, with the correlating thought concepts relative to feeling in proper associated physical response.
  3. Technic is relative; there is no such thing as absolute perfection. There never has been a perfect singer. Every one of the famous birds of song, male or female, has some faults (Wiliam J. Henderson).
  4. Voice training is a developmental process both physically and mentally, not just a learning process.
  5. Minimum degree of technical manipulative skill in singing is necessary before any measure of confidence can be expected.

21 June 2009

Dua Lagu Baru Untuk Ekaristi Kaum Muda

Dua buah lagu baru lagi bisa didownload. Lihat pada menu sebelah kanan (Download Lagu Paduan Suara), kemudian cari judul lagu baru ini yaitu : Persembahanku dan Wartakan Sabda Tuhan. Lagu ini fresh from oven karena belum pernah dinyanyikan oleh paduan suara manapun saat di upload, begitu selesai arrangement, diketik, langsung diupload di website atau blog. Mari, silahkan didownload dan segera dinyanyikan untuk yang pertama kali.

Kedua lagu ini diambil dari Buku Bernyanyilah Bagi Tuhan (BBT) - Nyanyian Liturgi Kaum Muda terbitan Penerbit Kanisius (2009). Buku lagu ini berisi nyanyian yang sudah dicermati oleh tim khusus yang dibentuk oleh Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang, sehingga merupakan buku resmi yang dapat digunakan untuk misa, khususnya untuk Ekaristi Kaum Muda (EKM)

Lagu Persembahanku (BBT no. 44), merupakan lagu yang cocok digunakan untuk mengiringi persiapan persembahan, sedangkan lagu Wartakan Sabda Tuhan (BBT no. 74), menurut buku tersebut digunakan untuk lagu penutup, namun tidak menutup kemungkinan untuk digunakan sebagai lagu antar bacaan atau di tempat yang lain.

Karena lagu ini ditempatkan di server hosting Paduan Suara Felicitas Yogyakarta (www.felicitas.or.id), maka untuk mendownloadnya, harus mendaftarkan diri dahulu untuk menjadi user.

Selamat mendownload dan berlatih lagu baru.

31 March 2009

BERITA KEPADA KAWAN - Ebiet G Ade

Di tengah kepungan bencana yang melukai ibu pertiwi ini, mari kita coba simak syair dari lagu berikut ini yang sudah dituliskan oleh pengarangnya sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Lagu ini penuh dengan sarat makna dan pesan yang mendalam serta tak lapuk dimakan oleh rayap waktu, tak terkikis oleh gelombang gerusan jaman.

* Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan.
* Sayang engkau tak duduk disampingku kawan.
* Banyak cerita yang mestinya kau saksikan.
* Di tanah kering bebatuan.

* Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan.
* Hati tergetar menatap kering rerumputan.
* Perjalanan ini pun seperti jadi saksi.
* Gembala kecil menangis sedih.

* Kawan coba dengar apa jawabnya,
* Ketika dia kutanya mengapa.
* Bapak ibunya telah lama mati,
* Ditelan bencana tanah ini.

* Sesampainya di laut kukabarkan semuanya.
* Kepada karang kepada ombak kepada matahari.
* Tetapi semua diam, tetapi semua bisu.
* Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit.

* Barangkali di sana ada jawabnya.
* Mengapa di tanahku terjadi bencana
* Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
* yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa

* Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita.
* Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Lihat kata-kata berikut :
tanah kering bebatuan, batu jalanan, kering rerumputan, gembala kecil menangis sedih, bapak ibunya telah lama mati, ditelan bencana tanah ini.

Mari kita bandingkan kata-kata tersebut dengan alam Indonesia yang "katanya" subur, makmur, loh jinawi, biji apapun yang ditanam pasti tumbuh di tanah ibu pertiwi ini, dan lain sebagainya. Inikah ungkapan betapa kita sudah merusak alam sehingga yang tersisa hanyalah tanah kering bebatuan, kering rerumputan, dan tinggal kerasnya batu jalanan?

Siapakah gembala kecil yang dimaksud dalam lagu ini? Kenapa dipilih profesi gembala, dan kecil lagi. Mengapa bukan peternak, petani, nelayan, pedagang, pengusaha, politikus atau profesi lain? Karena hanya gembalalah yang memiliki tugas merawat dan menjaga dengan penuh kasih sayang terhadap hewan peliharaannya, dari lahir sampai tua. Tidak ada niatan untuk menyembelih, mengorbankan, atau menjual secara kiloan hewan peliharaannya.

Peternak > cari bibit baik sana sini, dikembangbiakkan, dirawat (tidak dengan kasih sayang) supaya gemuk dan sehat, ketika saatnya tiba, jual kiloan.
Petani > menanam bibit, setelah masa panen tiba, tanaman ditebas, kemudian jual.
Nelayan > tidak menebar bibit ikan, tapi mengambil dari lautan, dapat banyak ikan, jual.
Pedagang dan Pengusaha > apapun di tangan yang bisa menghasilkan duit, jual.
Politikus > tidak hanya apapun, tapi juga siapapun, bagaimanapun, yang jelas bisa menguntungkan, jual.
Lihat nilai kasih sayang yang terkandung dari profesi gembala ini. Jadi, bukankah ada juga istilah Gembala Yang Agung?

Sesampainya di laut.. Ketika bertemu dengan laut, maka laut adalah batas terakhir dari langkah manusia untuk melakukan pencarian. Selesai sudah pencarian jika sudah bertemu laut, balik kanan grak. Kenapa? Karena tidak ada sesuatu yang menjanjikan di seberang lautan. Kok tidak menjanjikan? Lha iya, tidak nampak apa-apa. Hanya cakrawala, hanya garis lurus, dan banyak "hanya.. hanya.." yang lain. Mana menjanjikannya? Tidak ada. Jadi laut inilah batasnya.
Kepada karang, ombak dan matahari, tetapi semua diam, semua bisu. Karang, ombak, matahari dan alam adalah saksi selama berjuta tahun terhadap tingkah laku manusia. Ketika awal dunia terbentuk, "mungkin" mereka masih memberikan banyak nasehat kepada manusia. Tetapi kok ya, dasar manusia yang tidak pernah berubah, akhirnya mereka bosan dan membiarkan manusia dengan kehidupannya.

Terpaku menatap langit.. Inilah harapannya. Di langit banyak benda yang tak terjangkau dan tak terkuasai manusia, seperti bintang, bulan, matahari, pelangi, dan lain sebagainya. (Pesawat terbang dan balon tidak termasuk, karena masih bisa dijangkau dan dikuasai manusia). Nampak bendanya, beda dengan lautan yang menawarkan garis lurus saja. Tapi langit memperlihatkan benda-benda, memperlihatkan harapan. Dan di sanalah Tuhan Yang Maha Agung bertahta. Harapan selalu berada di atas, kecuali sedang menggali sumur ya.. berharap-harap cemas dapat air di bawah.

Apakah Tuhan sudah bosan? tentu jawabannya jelas sekali, "Tidak, Tuhan tidak pernah bosan dengan manusia." Itu sudah pasti.

Pertanyaan lain, "Apakah kita bangga dengan dosa-dosa kita?". Silahkan menjawab. Lah wong nggak ngerti mana yang dosa dan mana yang nggak kok? So, ya manusia selalu bangga dengan segala perbuatannya, gak tahu itu dosa atau tidak, ya kan?

"Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita?" Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang.
Rumput adalah satu diantara tiga makhluk hidup terlihat (manusia, hewan, tumbuhan). Rumput adalah tumbuhan, tidak punya otak, dan menggantungkan kehidupannya pada kebaikan alam sekitarnya. Bergoyang karena ditiup sang bayu (yaitu angin).

Apakah makna dari rumput yang bergoyang?

25 March 2009

Hidup adalah Perjuangan (keliru bangett...)

Kenapa keliru?
Jika hidup adalah perjuangan, maka buat apa hidup?? Karena kata Perjuangan menyiratkan suatu arti atau makna yang tertancap erat pada otak kita turun temurun, yaitu bahwa : Perjuangan adalah Rekasa (Rekoso).
Mau bukti? Banyak!! Ingat sejarah bangsa Indonesia, pada jaman Perjuangan melawan penjajah untuk menuju kemerdekaan, apa yang dialami oleh rakyat Indonesia yaitu : rekoso... dheg-dhegan, hidup tak tentu arah, masa depan gak jelas, bapakne berjuang dan sanak keluarga menunggu dengan was-was ("Pulang Paknee!!", "Sik mboknee!! lagi berjuang ki! ngganggu wae, marai tidak konsen berjuang ni!!"), makan gak tentu, (gak tentu lauknya kadang ayam goreng, kadang ayam bacem, ayam diungkep.. ayam terusss.. bosen!!), minum dari mata air dan tetesan air mata, jalanan terasa ga tentram karena siapa tau saat mau beli pulsa, ntar ketemu landa bule, landa jepang, landa ireng, landa pethuk dan landa-landa lainnya.
Betul kan? Pasti!

Nah kalau Hidup adalah Perjuangan, berarti menghendaki kita hidup Rekoso terus... Berjuang terus... Dheg-dhegan terus... Tidak ayem tentrem loh jinawi kerta raharja teruss.. -(kedawan dab sing terakhir, cukup : Tidak tentrem - ah.. Yobenlah!)-

Bukankah perjuangan identik dengan perlawanan? Kalau ada perjuangan menghadapi kemiskinan, wow... berarti perlawanan terhadap kemiskinan atau melawan kemiskinan. Kata yang diberi imbuhan Ke + ... + An, berarti kata itu menjadi kata benda, jadi bisa disimpulkan sebagai perlawanan terhadap benda yang miskin, dalam hal ini, benda tersebut adalah orang. Karena yang bisa miskin adalah orang yang hidup dan bukan barang yang mati. Soalnya, kalau orang yang mati sudah jelas tidak miskin dan juga tidak kaya. Jadi... Perjuangan menghadapi kemiskinan, berarti melawan orang yang miskin! Betul saudara-saudara!!! Otomatis!! (Weh.. gaya politikus nich).

Waduh... payah!! Payah tenan.. Lha wong sudah miskin, rekoso, mangan sedina pisan yo mbuh-mbuhan, kembang kempis (pas ngembang enak.. pas ngempis ora enak tenan..), kok malah mau disingkirkan, malah mau dilawan..
Mbok dikasih BLT (Bantuan Langsung enTek) aja, atau diberi modal madul usaha, atau mungkin pemerintah punya menteri baru dengan julukan Menteri Kemiskinan Rakyat yang berkonsentrasi penuh terhadap rakyat yang miskin, karena kalau yang ada adalah Menteri Kesejahteraan Rakyat, maka menteri itu hanya berfokus pada rakyat yang sejahtera.
Betul kawan-kawan seperjuangan!!! Betulll... Betulll sekaleee.. (gaya band Jamrud).. Plok.. Plok.. Plok.. (applause membahana di seluruh lapangan).. Plakkk!! (yang terakhir, suara ketika oratornya dikeplak).

Jadi... Hidup bukanlah Perjuangan. Tapi Hidup adalah Hidup, suatu fakta atau kenyataan (dan bukan masalah) yang harus dilakoni oleh para aktor dan aktris kehidupan yaitu manusia, dalam kondisi apapun. Dengan apa? Yaitu dengan Bersyukur atau Berterimakasih. Sebab dengan bersyukur, berarti sudah tidak miskin lagi. Hidup adalah Syukur. Hidup harus disyukuri. Kenapa begitu?
Ya jelaslah.. misalnya, saat tidak bisa makan, bersyukurlah. Maka rasa lapar itu akan tergantikan dengan rasa syukur. Apa bisa? Hmmm... sebetulnya ya susah juga sih, tapi cobalah.. Harus dicoba.. Harus dicoba tanpa emosi, tanpa mengindahkan rasa lapar (rasa lapar kok indah?). Berterimakasihlah bahwa masih boleh hidup di dunia ini, walau dalam kondisi lapar.
Percayalah, maka keajaiban akan datang.. Gusti tidak akan membiarkan umat-jemaatnya menderita.

Weeee.... tadi politikus, sekarang relijius. Jabatan nJenengan itu apa to mas? Saya?... Saya adalah Politikus yang Relijius. (ini ngomongnya sambil menunduk, merem, melipat tangan dan meneteskan air mata buaya).
-- Saat-saat inilah muncul banyak kesaksian. Banyak sekali orang-orang yang melihat ada lingkaran cahaya putih berpendar berada di atas kepala saya bak orang pengusaha rokok yaitu orang kudus, bahkan sempat masuk di tivi kabel dalam acara Tembang Kenangan. --
Hanya yang saya sedikit heran, kenapa gak ada yang melihat kedua sayap saya ya? Padahal sudah saya kebat-kebitkan kesana kemari lho.. Tapi gak apa-apa, mungkin kali lain ya?

Kayaknya isi tulisan ini sudah menyimpang dari judul. Yo wis diakhiri wae.. Salammmmm.... Hwakakakaka...

11 February 2009

Layanan Digital Printing

Sebetulnya sekedar ingin berbagi cerita seputar hal apapun tentang layanan dan pelayanan dalam suatu bisnis. Ceritanya begini :
Pada hari kemarin, aku mau ngeprint digital (digital printing), nah mau nyobain di Print World di Jl. Wahidin no 34 Yogyakarta. Keunggulan dari tempat itu adalah parkirnya yang gratis, ada snack dan minuman yang gratis. Tempatnya ber-ac dan tempat duduknya juga nyaman, banyak yang kosong (sepi kalee.., lah emang sepi terus kok). Kucoba-coba melangkahkan kaki memasuki Print World, dan ketemu dengan Customer Service-nya. Saat itu jam 11.50-an WIB.
  "Selamat siang mas."
  "Selamat siang mbak.", jawab saya.
  "Mau ngeprint outdoor apa indoor?"
  "Mau ngeprint indoor, ukuran A3.", jawab saya lagi.
  "Filenya apa? Corel?"
  "Iya.", jawab saya lagi.
  "Baiklah."
(Mbak CS-nya celingak ke kanan, celinguk ke kiri, kemudian celingak-celinguk, terus tanya dengan sesama CS, "Bla..bla..bla.." - lupa, tapi intinya nyari seseorang bernama mas siapa gitu dan kayaknya orang itu yang mau buka file saya di komputer untuk kemudian diprint digital.)
Kemudian mbak CS tersebut ngomong sama saya.
  "Maaf, mas, ditunggu sebentar ya."
  Saya menjawab, "Ok." Tapi dalam hati saya heran, lha kok gitu sih. Maksudnya begini, bukannya saya tidak sabar untuk menunggu, tapi kan bisnis digital printing yang nota bene adalah pelayanan yang cepat dan mudah (apalagi saat itu sepi), kok harus menunggu?? File saya tidak diminta lagi (untung ga diminta, ntar ada kelanjutan ceritanya).

Nah, ini pengalaman saya sebagai konsumen yang kemudian membatin begini :
Waduh mbak CS, bisnis kok kayak begini sih. (Masih dalam hati lho ini, dan terus dalam hati). Kalau misalnya bisnis digital printing di Yogyakarta cuma anda satu-satunya (cuma Print World), yah.. dengan sangat terpaksa saya akan menunggu. Satu-satunya, berarti tidak ada yang lain dalam segmen bisnis yang sama.
Ok-lah, saya akan menunggu, tapi maksimal 5 (lima) menit saja. Maklum saya juga dikejar setoran nich. Setelah 5 (lima) menit berlalu dan tidak dipanggil-panggil, dengan senang hati saya melangkah keluar dari tempat tersebut dan pergi, meluncur ke Jl. Gejayan di Ortindo.
Sampai di Ortindo, seperti biasa, full mbludak banyak pelanggan yang juga mau ngeprint. Sambil masih jengkel, saya cuma membatin lagi, kok beda ya antara Print World dengan Ortindo? Di Print World tempatnya luas, free parkir, free snack dan minuman, ber-AC, tempat duduknya nyaman, dan lain-lain kok sepi? Sementara di Ortindo, tempatnya jauh lebih sempit, ac-nya gak dingin-dingin amat, tapi kok berdesak-desakan ya?
Walau dengan ragu-ragu, saya melangkah masuk ke Ortindo, dan mendapat sambutan hangat,
  "Mari mas, mau ngeprint Outdoor apa Indoor."
  Saya jawab, "Indoor. Ukuran A3." Eh, saya ternyata ketemu dengan bu Henrica, yang saya ternyata kenal.
  Kemudian dia bilang, "Belum pernah ke belakang to mas? Langsung  ngeprint di sana saja."
  "Ok."
Kemudian saya diajak ke belakang, dan ternyata tempatnya lebih luas, nyaman, dan ber-AC serta tempat duduknya juga enak. Saya langsung menuju komputer dengan operatornya. Singkat cerita, kurang dari 8 menit, saya dipanggil dan akhirnya jadi sudah hasilnya.

Makna dibalik kisah.
Kalau kita harus bersaing dengan orang lain dalam satu bidang yang sama, kita harus berani menawarkan kelebihan, pelayanan yang lebih unik, dan percayalah bahwa setiap orang adalah istimewa. Ketika setiap orang merasa dihargai, dunia terasa lebih baik baik dan tenteram.

Inilah pengalaman saya seputar digital printing di yogyakarta. Hehehe..